Sahabat Arsip semua pasti sudah tahu donk makanan yang satu ini. Kita mudah menjumpai makanan yang satu ini di Bumi Pertiwi Indonesia. Beda penjual maka beda pula racikan bumbu yang digunakan. Sehingga ada berbagai macam variasi dan rasa.
Tono berkata, “Saya paling doyan gado-gado buatan mpok Noni yang berjualan di seberang jalan, bumbu kacangnya mantap, manisnya pas, asam dari rasa asam Jawa pas, pedasnya cukup. Sayurnya segar pula ;-).”
Tuti berkata, “Ah, itu sih terlalu manis untukku. Aku lebih suka yang lebih asin :-). Pak Sukiman yang berjualan di depan toko kelontong dekat rumahku itu menambahkan sedikit terasi dalam bumbu kacangnya. Seinggar rasanya makin mantap.”
Tejo gak mau kalah dia pun ikut angkat bicara, “Kalau gado-gado, tidak ada yang bisa melawan buatan bik Sri. Bumbu kacangnya bukan semua kacang tanah, tapi dicampur dengan kacang mete. Wah, gurih benar,”
Gado-gado pada dasarnya adalah aneka macam sayuran yang disiram bumbu kacang untuk memberikan rasa. Ada yang menyediakan ketupat, lontong, ataupun nasi sebagai “makanan pokok”, ada juga yang menambahkan telur, dan biasanya dilengkapi dengan kerupuk ataupun emping. Sebenarnya ini masalah selera saja, dan tentu antara orang yang satu dengan yang lain memiliki selera yang berbeda-beda. Bagi penggemar pedas, tentu ingin yang cabainya banyak (cabai mulai mahal jangan banyak-banyak yah :-P), orang yang lahir di Jawa Tengah mungkin lebih gemar bumbu yang dominan manis (jangan banyak-banyak ntar jadi orang manis :mrgreen:). Tentu saja ada rasa gado-gado yang “universal”, banyak penggemarnya, karena rasanya tidak ekstrem.
Kita, saya dan Anda, mirip dengan peracik gado-gado. Dalam pergaulan sehari-hari, kita bertemu dan berinteraksi dengan orang lain. Semanis apa senyuman Anda, seramah apa tegur sapa Anda, setulus apa tertawa Anda, seserius apa Anda mendengarkan keluh-kesah teman, pertolongan apa yang Anda berikan pada teman terkena musibah, dan masih banyak faktor lain, bagaikan aneka bumbu yang diambil oleh peracik gado-gado. Apakah teman-teman Anda menilai Anda sebagai orang yang suka menolong, atau judes, atau si biang kerok, atau bikin sebel, atau pemarah, atau kehadiran Anda dirindukan oleh mereka tergantung dari bumbu apa saja dan seberapa banyak yang Anda gunakan untuk meracik “gado-gado” Anda.
Kalau Anda sudah puas dengan “gado-gado” racikan Anda, tidak ada orang yang bisa menyalahkan Anda. Akan tetapi, kalau Anda ingin mengubah kesan dari teman-teman Anda, tentu Anda perlu mengubah bumbu “gado-gado” yang Anda gunakan. Anda perlu mawas diri, melihat orang yang ideal, menurut Anda, mengenali perbedaan apa saja antara dia dan Anda, kemudian mengubah diri Anda. Tentu Anda tidak mungkin menjadi persis seperti orang yang Anda idolakan, tetapi Anda dapat mendekati agar mirip kepribadiannya. Selamat mencoba “bumbu baru”.
From : HR Excellency Club
indahnya hidup, jika kita mampu belajar dari hal-hal kecil semisal gado2 ini 😀
hal yang saya pelajari di tempat saya bekerja bahwa hal kecil bisa menjadi sebuah cerita yang dapat disharing dan menginspirasi orang lain
Dalem banget postingannya mas….hehehe
yg pasti kadang kita hrs bisa menrima diri sendiri br bs memahami org lain,
btw sgala sesuatu ada harganya, bukan cuma ttg perubahan sikap kita aja, “bumbu’ kacang mede kan jauh lbh mahal dr kacang tanah
makasih mas atas komentarnya 🙂
Sering kali kita tidak menyadari bahwa di sekitar kita sebenarnya terdapat banyak hal yang dapat menginspirasi kita untuk berkembang lebih maju
wah bikin kangen ama gado2 nih… >.< jadi pengin makan gado2…
anyway perumpamaannya boleh juga… gado2 dlm hidup sehari2…. 🙂
great 🙂
di Jepang tidak adakah yang jualan gado-gado mas
ga ada… 😦
nah prospek itu mas ivan untuk mengangkat masakan Indonesia di negeri Sakura
di restoran Indonesia mungkin ada… tapi males kesana krn mahal banget… ><
padahal cuman jajan gado-gado, dan gado gado yah cuman gtu aja, prospek itu jualan makanan indo
supeeer sekali…beradaptasi dengan cepat…
makasihhhh yahhh mas, dinamapun kita berada kita harus pandai dalam beradaptasi