Seberapa Penting dan Akuratkah Psikotes Dalam Dunia Kerja ???


Seberapa Penting & Akuratkah Psikotes Dalam Tes Masuk Kerja ?

Pasti bagi kalian pelamar maupun petugas seleksi karyawan pastinya bertanya hal tersebut. Dewasa ini banyak sekali menggunakan psikotes sebagai salah satu tes masuk perusahaan.Tapi apakah hasil dari psikotes tersebut benar – benar akurat adanya. Berikut saya akan mengilustrasikan 2 buah cerita untuk menyimpulkan apakah psikotes itu benar – benar penting dalam tes rekrutmen dan seberapa akuratkah hasilnya sehingga dapat menyimpulkan bahwa calon karyawan tersebut layak untuk diterima ataupun ditolak. Marilah kita simak cerita berikut :

Cerita Pertama : Si A melamar ke sebuah perusahaan setelah mengikuti beberapa rangkaian tes masuk (tes psikotes termasuk di dalamnya).Dari hasil tes psikotesnya tersimpulkan bahwa dia tidak lolos namun berdasarkan pengalaman kerjanya Si A dipertimbangkan dan diterima untuk bekerja. Dan pada akhirnya setelah beberapa minggu bekerja kinerja semakin baik dan semakin baik

Cerita Kedua : Si B melamar ke sebuah perusahaan yang berbeda dengan Si A. Si B juga mengikuti serangkaian tes yang sama dengan Si A. Dari hasil tes tersebut tersimpulkan bahwa secara psikotes Si B memiliki psikotes yang cukup bagus ditambah lagi dia pernah bekerja di perusahaan yang cukup terkenal. Akhirnya Si B diterima bekerja di perusahaan itu. Setelah beberapa minggu ia bekerja mulai kelihatan kinerjanya. Ternyata Si B adalah orang yang NATO (No Action, Talk Only).Akhirnya tak lama setelah itu Si B dikeluarkan dari pekerjaannya.

Cerita di atas adalah cerita yang sering terjadi di dunia HRD. 2 cerita seperti di atas sering membuat pusing kepala khususnya bagian HRD karena selain kehilangan karyawan yang dia rekrut juga kehilangan waktu dan modal yang diperlukan untuk rekrutmen tersebut.

Berdasarkan cerita itu maka dipertanyakan apakah psikotes itu penting dan akurat dalam tes masuk kerja ?

Bila ditanya seperti itu maka saya akan menjawabnya dari 2 sisi.

Sisi yang pertama : Ada yang tidak percaya dengan psikotes sama sekali. Mereka yang berasal dari sisi ini komentarnya pasti adalah “Ala…psikotes itu bisa dipelajari!”, “Saya nggak percaya psikotes karena nggak menunjukkan kinerja seseorang”.

Sisi yang kedua : Ada yang justru sangat yakin dengan psikotes. Jadi kalau psikotes menunjukkan tidak disarankan, maka apapun alasannya, orang itu pasti tidak akan diterima. Titik.

Maka, berdasarkan 2 sisi tadi sikap yang bijak untuk menyikapi hal diatas sebagi berikut kedua keyakinan inilah, saya cenderung mengajak kita untuk menyikapi psikotes ini dengan lebih bijaksana.

Sikap Pertama : Mengapa Perlu Psikotes?

Awalnya, psikotes adalah sebuah alat saringan (filter) untuk mencari “yang baik dari yang buruk” ataupun mencari “yang terbaik dari yang baik”. Jadi, fungsi awalnya sering dikaitkan dengan shortlisted (untuk memperkecil jumlah). Misalkan saja, untuk merekrut 100 pendaftar yang sama sekali sarjana baru. Maka, psikotes akan memperkecil jumlah yang perlu diproses lebih lanjut. Jadi, disinilah psikotes membantu kita mengurangi jumlah orang yang perlu ditindak lanjuti.

Di sisi lain, suatu rancangan psikotes yang baik, memadukan berbagai alat / metode untuk menilai potensi kemampuan seorang calon / pelamar kerja. Intinya, kalau biasanya kita membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengetaui apakah otak si pelamar kerja ini ecer atau tidak, bagaimana karakter kepribadiannya, bagaimana keajegan kerjanya, ketelitian kerjanya, dll. Semuanya itu bisa dipersingkat waktunya dari sehari hingga beberapa jam saja. Dan dalam waktu singkat itulah, kita bisa mengetahui potensi si pelamar kerja itu. Dan umumnya, yang paling sering dites ini meliputi: inteligensi (IQ), aptitude (bakat tertentu yang terkait kerja), aspek-aspek terkait kerja (ketelitian, keajegan, dll) serta kepribadian. Namun, ingat lho ya, yang diukur semua ini adalah potensi. Artinya, kalau bicara potensi ini sangat tergantung kesempatan untuk mengembangkannya. Potensi, belum tentu teraktualisasi. Misalkan saja, saya merasa punya bakat melukis (saya pernah juara photography di kotamadya) tetapi dengan berjalannya waktu saya tidak mengasahnya, saya merasa photography itu memboroskan waktu. Akibatnya, bakat photography saya tidak pernah lagi dikembangkan. Jadi, kalau dites potensi photography saya, pasti hasilnya akan lumayan bagus. Tapi saya tidak yakin akan cukup kreatif dan artistik kalau disuruh melakukan pekerjaan sebagai photographer. Itulah pula yang ditunjukkan melalui alat psikotes ini. Intinya, psikotes memberikan informasi awal yang perlu ditelusuri lebih lanjut!

Sikap Kedua : Bagaimana Menyikapi Hasilnya?

Umumnya, dalam hasil assessment ataupun hasil psikotes ada 3 kemungkinan yang seringkali kita baca di bawah profil seorang pelamar kerja: disarankan, dipertimbangkan, tidak disarankan.

Bedanya apa mas antara disarankan, dipertimbangkan, dan tidak disarankan ?

Disarankan : artinya, berdasarkan psikotes, orang ini dianggap layak untuk dipekerjakan. Inilah kandidat utama yang bisa langsung dapat lampu hijau untuk proses berikutnya (jadi diproses berikutnya, bukan berarti harus langsung diterima lho).

Dipertimbangkan : artinya lampu kuning (ada beberapa aspek yang mungkin perlu diperhatikan lebih lanjut). Jadi butuh perhatian yang lebih mendalam untuk menentukan apakah calon ini layak atau tidak.

Tidak disarankan : artinya memang tidak memenuhi kriteria menurut alat tesnya.

Namun, ingatlah. Apapun hasil psikotes, saya anggap bahwa kita baru mengantongi sepertiga dari kemampuan seseorang.

Trus yang dua pertiga lagi apa?

Mari kita lihat dari gambar berikut :

Pembagian Hal Penting Dalam Tes Kerja

Jadi, saya ulangi. Bayangkan sekarang seperti gambar piring ini:

Dua pertiga itu terdiri atas pengalaman teknis serta hasil penggalian selama interview.

Jadi, sekarang kita mengerti bahwa “disarankan” ataupun “tidak disarankannya” seseorang dalam suatu psikotes sebenarnya hanya memberikan kontribusi sepertiganya saja. Jadi, Anda masih punya PR berikutnya :

PR Pertama : melihat pengalaman dan kemampuan teknis termasuk prestasinya terkait pekerjaan yang akan dimasuki.

PR Kedua : menggali lebih jauh tentang orang ini (baik melalui interview, ataupun reference check, termasuk dalam tahapan ini).

PR Ketiga : setelah semuanya lolos, kita bisa mengatakan kandidat itu sangat aman untuk diterima.

Penjelasan di atas akhirnya memberikan penjelasan kepada kita mengapa ada yang gagal di psikotes, tetapi ternyata ketika diterima ternyata bisa bekerja. Ataupun sebaliknya, hasil psikotesnya bagus tetapi gagal dalam melakukan pekerjaannya.

Sikap Ketiga : Mengapa Harus Hati-hati dengan Psikotes?

Di perusahaan-perusahaan Amerika dan sekitarnya (Kanada, dll) psikotes menjadi sangat tidak populer. Mereka, kemudian sangat berfokus pada teknik mengecek pengalaman, referensi kontak langsung dengan perusahaan dulu (biasanya ini dilakukan) serta teknik interview yang mendalam. Itulah sebabnya mengapa di perusahaan-perusahaan Amerika teknik Behavior Based Interview atau Competency Based Interview menjadi lebih populer. Pertanyaan berikutnya, apa yang membuat psikotes menjadi semakin tidak popular dan semakin tidak dipilih ?

5 alasan utaman mengapa psikotes itu semakin tidak populer dan dipilih adalah :

  1. Soal-soal psikotes yang bocor kemana-mana. Akibatnya, orang lebih tertarik untuk memberikan apa jawaban yang disarankan daripada apa yang menunjukkan kenyataan tentang dirinya.
  2. Jam terbang psikolog yang kurang atau kurang mengerti bagaimana membaca hasilnya. Coba berikan hasil profil psikotes kepada dua psikolog, maka mereka akan memberikan intepretasi yang beda. Kalau sudah menyangkut hal ini, jam terbang menjadi kuncinya. Psikolog berpengalaman akan tahu, kapan ia harus menganulir hasil tertentu (karena pertimbangan situasi pekerjaan serta risiko) serta mana yang tidak bisa dikompromikan lagi.
  3. Apanya yang diukur dalam psikotes. Ada kasus di Kanada, dimana seorang karyawan tidak diterima. Akhirnya, karyawan naik banding (ngotot juga ya). Lalu, salah satu petunjuk yang dipakai adalah tidak lulusnya ia melalui psikotes. Namun, di pengadilan alat psikotes ini pun di-challenge:“Apa buktinya kalau dapat nilai 100 dalam alat ini akan bisa membuktikan ia mampu bekerja adi bidang yang dilamar itu”. Di akhir cerita, perusahaan itu kemudian kalah. Jadi, Anda mengerti sekarang mangapa alat psikotes mulai makin tidak popular. Salah satu alasannya adalah persoalan hukum.
  4. Hanya sekedar trend saja dan tidak tahu mengapa psikotes itu dipakai. Kenyataannya, ada banyak perusahaan yang cuma memegang “kunci” jawaban tetapi ketika ditanya lebih teliti mereka tidak bisa menjelaskan. Jadinya, mereka hanya berkata “wah, dari dulu prosedurnya memang begini kok”.
  5. Variasi, mahalnya serta sulitnya mencari alat tes yang pas. Coba tanya pada semua psikolog, pastinya mereka semua akan menganjurkan bahwa psikotes terbaik tidak boleh disamaratakan untuk semua jenis pekerjaan. Tapi coba prakteknya sekarang? Rata-rata, di banyak tempat mau kerjanya admin, finance, lapangan, semua dikasih psikotes yang sama tanpa terkecuali. Mungkin kalau hanya sekitar 60-70 % sama, hal ini bisa kita terima (misalkan aspek kepribadian,dll), tapi kalau 100% sama? Karena itulah, memahami situasi ini, banyak perusahan mulai mengembangkan alatnya sendiri dengan tim rekrutmennya. Tetapi, proses ini tidaklah mudah dan memakan waktu panjang.

Jadi, sekarang mengertilah kita, mengapa alat-alat psikotes mulai makin berkurang dipakai di perusahaan – perusahaan.

Jadi di akhir tulisan ini saya hanya memberikan dua komentar.

Komentar Pertama : kepada para pemimpin yang merekrut jangan antipati ataupun menyerahkan sepenuh pada psikotes. Ingatlah, psikotes hanya memberikan sepertiga infomasi bagi kita.

Komentar Kedua : saran ini lebih ditujukan kepada para perekrut (rekan-rekan psikologi & HRD), bersikaplah bijak dengan psikotes. Hargailah tool psikotest sama seperti seorang teknisi menjaga alat kerjanya. Tidak semua tools bisa dipakai untuk sama rata. Sama seperti seorang tukang yang butuh berbagai peralatan kerjanya. Bedakan fungsinya. Jangan hanya karena tahunya palu, dimana-mana hanya palu-lah yang dipakai.

Lantas, mari selalu update dan jangan malas untuk mengembangkan pengetahuan kita soal psikotes. Coba search di internet, lihatlah ada begitu banyak alat tes psikologi yang berkembang. Lalu bandingkan dengan kenyataannya di negara kita? Sejak belasan tahun berlalu, alat psikotes kita cuma itu-itu saja (Kraeplin, Pauli, Wartegg, IST, EPPS, dll). Persoalannya, tes – tes ini bahkan sudah diajarkan jawabannya di kursus-kursus latihan kerja. Inilah tantangan buat kita! Pepatah mengatakan, “Sebagai polisi, kita harus lebih pintar dari pencuri”. Kitapun harus lebih pintar, atau kalau ragu-ragu, mungkin kita lebih baik tidak menggunakannya sama sekali.

Sumber : (Anthony Dio Martin, Managing Director HR Excellency, Best EQ Trainer Indonesia, Host Program Radio SmartEmotion di SmartFM, http://www.hrexcellency.com)

23 thoughts on “Seberapa Penting dan Akuratkah Psikotes Dalam Dunia Kerja ???

  1. setuju bgt…. hari gini psikotest bisa diakalin…. itu ga bisa dijadikan indikator utama utk menilai apakah seseorang layak diterima mjadi karyawan atau tidak…

    saya punya temen, yg hasil test iq’nya : RATA2 (kl gak salah cuman 103), dan disarankan masuk kelas IPS, eh ternyata dia bisa masuk kelas IPA, dan di kelas IPA dia selalu rangking I selama 3 cawu….

    1. memang gagal psikotes belum tentu orang tersebut tidak beprestasi karena bisa saja gagalnya dia dalam test bukan karena dia tidak beprestasi tapi karena kondisi yang kurang fit atau ada masalah yang lain

  2. Walaupun sebenarnya tidak boleh di sebarluaskan tapi masih saja ada pihak yang tidak bertanggung jawab mengenai psikotest ini. Terus kalau orang awam tau jawaban nya, biasanya terbaca juga oleh psikolog kok, karena akan berkesinambungan dari hasil psikotest dan interview berlangsung.

    Hmmm sedikit memberi komentar kepada yang menceritakan seorang teman nya yang masuk IPA tapi di sarankan IPS. Itu hanya saran saja, tidak perlu di jalankan dgn sesuai. Ya inti nya, kalau pinter sih masuk IPA atau IPS juga bisa-bisa aja. Mungkin saran masuk IPS itu ada hal-hal yang lebih baik untuk masuk IPS, bisa di konsultasi kan lebih lanjut 🙂

    Terimakasiiiih =D

    1. soal kebocoran soal psikotes adalah menjadi tantangan sendiri bagi para tester untuk lebih berkreasi dalam membuat soal psikotes. karena dari dulu soal psikotes ya gtu gtu aja

  3. Pengalaman saya sih, saya kurang disarankan untuk diterima di perusahaan tempat saya bekerja sekarang. tapi bos tetap mau menyewa saya sebagai pekerja. Ada potensi tertentu yang dia anggap bagus. Alhasil, sudah hampir 11 thn saya mengabdi di perusahaan ini sampai sekarang. Sudah berkali-kali naik gaji juga.

    Kesimpulan saya, segala sesuatu tidak final dan mutlak. Segala sesuatu bisa dan perlu dipelajari. Karena manusia itu dinamis. Asal diberi kesempatan dan kepercayaan, sseorang akan mampu mengembangkan dirinya.

    Sekarang saya memutuskan untuk berhenti dan memulai bisnis saya sendiri. Giliran saya yang sekarang bingung untuk merekrut karyawan.

    1. hahahahahah Bang Fajar jadi bingun yah mau rekrut karyawan yang gimana. Mungkin Bang Fajar bisa mulai mencari karyawan yang sperti Bang Fajar dulu ketika ingin bekerja di suatu perusahaan. Untuk masalah perekrutan karyawan disarankan mulai dahulu dengan mencari karyawan dari warga sekitar. Kuasai dulu wilayah Anda intinya begitu

  4. Bagus ini artikelnya broo….saya setuju bgt bahwa soal psikotes bukan patokan utama untuk penerimaan karyawan.memang sudah tugas HRD untuk memperbanyak informasi dalam hal strategi penerimaan karyawan.
    itulah mengapa kebanyakan HRD dari lulusan psikologi.karena sebenernya perilaku seseorang itu dapat berubah-ubah(termasuk cari bocoran soal psikotest).tapi watak seseorang tidak dapat di tutupi.tinggal pinter-pinternya HRD membaca karakter calon karyawan saat interfiew wawancara.smoga artikel ini dapat menjadi wacana dan menambah pengetahuan untuk sang personalia perusahaan/HRD.

      1. Ngaak mas broo… hanya seorang manager yg punya sampingan HRD…hehe :mrgreen
        sampe sekarang d perusahan yg saya naungi tidak pernah ada yg namanya psikotest. Alhamdulillah semua karyawannya jujur2 dan selalu mau mengerti.
        hanya pakai 2 kali screaning
        *yg pertama : seleksi administrasi.jika pelamar kerja punya niat untuk bekerja, bisa d pastikan isi surat lamaran kerja lengkap smua dengan syarat2 yg telah d tentukan.
        *yg kedua : dari wawancara.cara bicara si pelamar,cara memandang,pertanyaan seputar pengalaman kerja,DLL.
        Dari 2 hal tsb sudah bisa dilihat bahwa kemampuan pembacaan karakter yang dilakukan oleh HRD sangatlah penting. So…..kualitas pekerja/karyawan d perusahaan manapun pasti mencerminkan kualitas HRDnya…

  5. Setuju banget ulasan article ini, emang benar kita tidak harus mematok dari hasil psikotes. Karena pada dasarnya psikotes cuma sedikit memberi gambaran seseorang saja. Menurut saya point utama dalam bekerja adalah good attitude Dan skill, Ada pengalaman karyawan saya ketika saya memberi psikotes Dan alhasil psikotesnya sangat baik tapi sayang attitude minus bgt. Saya mulai belajar Dari kasus saya terdahulu, saya lebih mengutamakan hasil interview, diskusi kasus, Dan skill seseorang karena Dari 3 point saya bisa Melihat watak Dan kinerja seseorang secara individual Atau team,

Leave a reply to fasyaulia Cancel reply